Jumat, 08 Juni 2012

Konsep Tunagrahita

Pengertian Tunagrahita 
Batasan tentang anak berkelainan mental subnormal atau tunagrahita bagi para ahli berbeda-beda. Perbedaan tersebut terkait erat dengan tujuan dan kepentingannya serta pendekatan yang berbeda. Pada dasarnya batasan tentang anak tunagrahita mengacu pada fungsi intelektual berada di bawah rata-rata, kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan berlangsung dalam masa perkembangan. Kekurangan adaptasi tingkah laku maksudnya adalah anak tunagrahita kurang mampu melakukan pekerjaan sesuai dengan umurnya, tetapi hanya mampu melakukan pekerjaan yang berada di bawah umurnya.
American Asociation on Mental Deficiency/AAMD (Abdurrachman dan Sudjadi,1996: 20) bahwa
tunagrahita meliputi; (1) fungsi intelektual umum di bawah rata-rata secara nyata yaitu IQ 64 ke bawah berdasarkan tes individual, (2) tampak pada masa perkembangan yaitu terjadi sebelum usia 16 tahun, dan (3) kekurangan dalam perilaku adaptif.

Sedangkan Japan League for Mentally Retarded (Abdurrachman dan Sudjadi, 1996: 20) mendefinisikan bahwa
tunagrahita adalah (1) fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes inteligensi baku, (2) kekurangan dalam perilaku adaptif,  dan  (3) terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
 Dari definisi yang dikemukakan AAMD maupun yang dikemukakan oleh Japan League for Mentally Retarded memiliki persamaan maupun perbedaan. Persamaannya adalah (1) IQ berada di bawah rata-rata secara nyata, (2) adanya kekurangan dalam perilaku adaptif, dan (3) terjadi pada masa perkembangan. Perbedaannya yaitu batas IQ dan batas usia perkembangan. Jika menurut AAMD dikatakan tunagrahita apabila IQ di bawah 84 sedangkan Japan League for Mentally Retarded dikatakan tunagrahita apabila IQ di bawah 70. Sementara batas usia perkembangan ketunagrahitaan menurut AAMD adalah muncul sebelum usia 16 tahun sedangkan Japan League for Mentally Retarded memberi batas usia 18 tahun.
Sejalan dengan definisi di atas, The New Zealand Society for the Intelectually Handicapped (Amin, 1996:19) menyatakan bahwa anak tungrahita adalah ”seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas berada di bawah rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya”. Selanjutnya Word Healt Organization (Amin, 1996:19) mengatakan bahwa:
seseorang dikategorikan tunagrahita harus memiliki dua komponen esensial, yaitu:(1) fungsi intelektual secara nyata berada di bawah rata-rata; (2) adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan ketentuan yang berlaku dalam masyarakat.
 Berdasarkan kedua pernyataan di atas, dapat dideskripsikan bahwa seseorang dikategorikan tunagrahita bila kecerdasannya di bawah rata-rata normal dan kekurangan dalam adaptasi sosial. Yang dimaksudkan dengan kecerdasannya di bawah rata-rata ialah apabila perkembangan umur kecerdasan (Mental Age, disingkat MA) berada di bawah pertumbuhan usianya (Chronological Age, disingkat CA). Jadi MA adalah perkembangan kecerdasan dalam hal rata-rata penampilan anak pada usia tertentu sedangkan CA adalah umur kelahiran yaitu usia yang dihitung sejak anak lahir sampai sekarang. Seseorang disebut normal bila CA dan MA-nya sama atau hampir sama, sedangkan tidak normal bila MA-nya kurang atau di bawah CA-nya.       
Kekurangan dalam adaptasi sosial maksudnya adalah seseorang tidak atau kurang mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan sesuai dengan umurnya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh anak usia di bawahnya. Disebut normal bila adaptasi sosialnya (Social Age, disingkat SA) sama dengan CA-nya, sedangkan disebut tidak normal/kategori tunagrahita bila SA-nya kurang atau dibawah CA-nya.
Grossman dalam Kirk & Gallagher (Abdurrachman dan Sudjadi,1996: 20) menyatakan bahwa “tunagrahita mengacu pada adanya penyimpangan fungsi intelektual umum yang nyata di bawah rata-rata bersamaan dengan kekurangan dalam prilaku adaptif dan tampak pada masa perkembangan”. Edgar Doll (Efendi: 2005:88) berpendapat bahwa ”seseorang dikatakan tunagrahita jika: (1) secara sosial tidak cakap, (2) secara mental di bawah normal, (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan (4) kematangannya terhambat”.
Senada dengan penyataan sebelumnya, Grossman dan Edgar Doll juga mempunyai kategori yang sama tentang ketunagrahitaan. Seseorang disebut tunagahita jika memiliki kecerdasan di bawah rata-rata normal (IQ 70 ke bawah), kekurangan dalam penyesuaian sosial dan terjadi sejak lahir atau pada usia muda. Jadi seseorang dikategorikan tunagrahita kalau memenuhi ketiga komponen tersebut. Dengan kata lain, jika salah satu kategori di atas tidak muncul maka seseorang tidak disebut tunagrahita.
Selain beberapa pendapat dan definisi di atas, pendapat berbeda dari beberapa defini menurut sudut pandang pendidikan dan pelayanannya. Sebagaimana menurut Bratanata (Efendi, 2005:88) mengatakan bahwa ”seorang dikategorikan tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikan”.
Selanjutnya Amin (1996 :11) mengemukakan bahwa:
 Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata. Di samping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya, dan bukan dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran seperti: mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis dan juga mereka kurang/terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
 Efendi (2005:90) mendefinisikan anak tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal”. Selanjutnya Efendi (2005:91) menguraikan bahwa ”kemampuan yang dapat dikembangkan bagi anak tunagrahita ringan antara lain: (1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung, (2) menyesuaikan diri dan tidak bergantung pada orang lain (3) keterampilan sederhana agar dikerjakan setiap hari”.
Sedangkan Abdurrachman dan Sudjadi (1996: 26) mengatakan
anak tunagrahita ringan adalah anak yang perkembangan mentalnya tergolong subnormal akan mengalami kesulitan dalam mengikuti program reguler di sekolah dasar, meski demikian anak tunagrahita ringan dipandang masih memiliki potensi untuk menguasai mata ajaran akademik, mampu dididik untuk melakukan penyesuain sosial di masyarakat dan mampu bekerja untuk menopang sebagaian atau seluruh kehidupan orang dewasa. 
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tunagrahita ringan adalah anak yang kemampuan intelegensi di bawah rata-rata normal, ketidakmampuan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya atau mengalami penyimpangan perilaku dan terjadi pada masa perkembangan. Meskipun demikian mereka masih memiliki potensi untuk menguasai mata pelajaran akademik di sekolah. Bila ketiga kriteria itu dimiliki oleh seorang anak barulah ia dikatakan tunagrahita.
 b. Klasifikasi Tunagrahita
Pengklasifikasi tunagrahita perlu dilakukan untuk memudahkan guru menyusun program dan memberi bantuan serta melaksanakan layanan pendidikan yang sesuai dengan derajat ketunagrahitaannya. Tunagrahita meliputi berbagai tingkat/derajat dari yang ringan sampai kepada yang sangat berat. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk mengetahui perbedaan atau karakteristik tunagrahita ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Dengan mengetahui perbedaan tersebut, guru dapat melaksanakan strategi pendidikan dan program pengajaran khusus yang dirancang bagi  murid tunagrahita.
Amin (1995:21) mengklasifikasi anak tunagrahita yaitu ”debil untuk yang ringan, embisil untuk yang sedang, dan idiot untuk yang berat dan sangat berat”. Selanjutnya pengelompokan anak tunagrahita yang digunakan oleh kalangan pendidik di Amerika (Amin :1995 :21) adalah sebagai berikut: educable mentally retarded (mampu didik), trainable mentally retarded (mampu latih), dan totally/custodial mentally retarded (mampu rawat) ” .
Selanjutnya akan dikemukakan beberapa klasifikasi menurut AAMD dan PP No. 72 Tahun 1991, klasifikasi menurut tingkat IQ, klasifikasi menurut tipe klinis, klasifikasi menurut Leo Kanner (Amin, 1995: 22). Secara lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
1.    Klasifikasi menurut AAMD dan PP No. 72 Tahun 1991
a. Tunagrahita ringan
Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja.IQ anak tunagrahita ringan berkisar 50-70.
Dalam penyesuaian sosial mereka dapat bergaul, dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial yang lebih luas, bahkan kebanyakan dari mereka bisa mandiri dalam masyarakat. Penampilan fisik anak tunagrahita ringan tidak beda dengan anak norrnal, sehingga seringkali mereka tidak bisa diidentifikasi sampai ia mencapai usia sekolah. Biasanya mereka diketahui setelah mengikuti pelajaran di sekolah karena kesukaran mereka dalam mengikuti pelajaran dan penyesuai diri dengan teman-temannya.
 b.Tunagrahita sedang
Mereka yang termasuk dalam kelompok tunagrahita sedang memiliki kemampuan intelektual dan adaptasi perilaku di bawah tunagrahita ringan. Mereka mampu memeperoleh keterampilan mengurus diri sendiri seperti berpakaian, makan, mandi, mengunakan WC, melindungi atau menghindar diri dari bahaya, mengadakan adaptasi sosial di rumah dan lingkungannya
Pada umumnya anak tunagrahita sedang dapat teridentifikasi sewaktu bayi atau selagi kecil karena keterlambatan perkembangan dan terlihat dari penampilan fisiknya. IQ anak tunagrahita sedang berkisar 30-50 sehingga tingkat kemajuan dan perkembangannya bervariasi. Mereka dapat belajar keterampilan dasar akademis seperti membaca, berhitung sederhana dan menulis sederhana.
c.    Tunagrahita berat dan sangat berat
Pada umumnya anak yang tergolong tunagrahita berat dan sangat berat hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengurus diri sendiri, melakukan sosialisasi dan bekerja. Sepanjang hidupnya mereka selalu bergantung pada orang lain. IQ mereka kurang dari 30 sehingga mereka tidak keterampilan dasar akademis. Hampir semua tunagrahita berat dan sangat berat menyandang cacat ganda.
2.   Klasifikasi menurut tingkat IQ
Berdasarkan tingkat intelegensinya World Healt Organization/WHO mengelompokan anak tunagrahita yaitu; tunagrahita ringan dengan IQ antara 50-70, tunagrahita sedang dengan IQ antara 30-50, dan tunagrahita berat/sangat berat dengan IQ kurang dari 30 (Amin :1995 :21).
Menurut Grossman (Amin, 1996:24) dengan menggunakan sistem skala Binet membagi tunagrahita sebagai berikut: mild mental retardation dengan IQ berkisar 50-70, moderate mental retardation dengan IQ berkisar 35-55, severe mental retardation dengan IQ berkisar 20-40, dan profound mental retardation dengan IQ berkisar di bawah 20. Sedangkan Hebert (Amin,1995:25) dengan menggunakan skala sistem penilaian WISC membagi tunagrahita sebagai berikut: mild (ringan) IQ antara 55-70, moderate (sedang) IQ antara 40-55, dan severe-profound (berat-sangat berat) IQ di bawah 40.
Berdasarkan klasifikasi di atas dapat dideskripsikan bahwa klasifikasi yang dikemukakan Grossman dengan Hebert memiliki sedikit persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah tingkat intelegensi sedangkan perbedaannya yaitu bila Grossman memisahkan kategori severe dan profound, sedangkan Hebert menyatukan antara severe dan profound. Secara umum dapat disimpulkan bahwa seseorang dikategorikan tunagrahita apabila tingkat intelegensi berada di bawah rata-rata normal yaitu IQ 70.
3.    Klasifikasi menurut tipe klinis
Klasifikasi tipe klinis adalah pengelompokan anak tunagrahita berdasarkan kelainan jasmaniah. Menurut Amin (1995: 26) bahwa berdasarkan tipe klinis ketugrahitaan dikelompokkan menjadi down syndrom, kretin, hyndrocephal, hicrocephal, macrocephal, brahicephal dan schaphocephal. Secara lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Down Syndrom 
Tunagrahita jenis ini disebut juga tipe mongoloid karena raut mukanya menyerupai orang Mongol dengan ciri-ciri: mata sipit dan miring, lidah tebal, telinga kecil, kulit kering dan kasar, susunan geliginya kurang baik dan lingkaran tengkoraknya kecil.
2. Kretin
Dalam bahasa Indonesia disebut kate atau cebol. Ciri-cirinya: badan gemuk, pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, rambut kering, lidah dan bibir tebal, pertumbuhan gigi terlambat, serta hidung lebar.
3. Hyndrocephal
Ketunagrahitaan jenis ini memiliki ciri-ciri seperti kepala besar, raut muka kecil, tengkoraknya membesar, pandangan dan pendengarannya kurang sempurna, mata kadang juling.
4. Microcephal, Macrocephal, Brahicephal dan Schaphocephal
Keempat ketunagrahitaan ini menunjukkan kelainan bentuk dan ukuran kepala. Microcephal memiliki ukuran kepala kecil. Macrocephal memiliki bentuk dan ukuran kepala besar, Brahicephal memiliki bentuk kepala yang lebar dan Schaphocephal memiliki ukuran kepala yang panjang. 

4. Klasifikasi menurut Leo Kanner
Menurut Kanner (Amin:1995:29) membedakan anak tunagrahita atas tiga kelompok, yaitu:
a. Absolute Mentally Retarded (Tunagrahita absolut) yaitu seorang anak tunagrahita dimana pun ia berada. Maksudnya anak tersebut jelas-jelas tunagrahita kalau ia tinggal di pedesaan maupun di perkotaan. Tunagrahita tipe ini pada umumnya adalah penyandang anak tunagrahita sedang, berat, dan sangat berat.
b. Relative Mentally Retarded (tunagrahita relatif) yaitu anak tunagrahita hanya dalam masyarakat tertentu saja. Tunagrahita tipe ini pada umumnya adalah penyandang anak tunagrahita ringan.
c. Pseudo Mentally Retarded (tunagrahita semu) yaitu anak yang menunjukkan penampilan penyandang tunagrahita tetapi sesungguhnya ia mempunyai kemampuan yang normal. Tunagrahita tipe ini IQ rendah  tetapi setelah mengikuti pendidikan di sekolah mempunyai kemampuan belajar dan adaptasi sosial yang normal.
 Memperhatikan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengelompokkan anak tunagrahita didasarkan berat ringannya ketunagrahitaannya yaitu tunagrahita ringan atau mampu didik dengan IQ antara 50-70, tunagrahita sedang atau mampu latih dengan IQ antara 50-30, dan tunagrahita berat atau sangat berat atau mampu rawat  dengan IQ di bawah 30.  
Dari sekian banyaknya pengklasifikasian di atas, maka untuk kepentingan penelitian ini akan memakai klasifikasi yang digunakan oleh AAMD dan PP No. 72 Tahun 1991, mengingat sebagian besar murid tunagrahita kelas dasar III di SDLB Negeri Ruteng Kabupaten Manggarai menyandang tunagrahita ringan. 
c. Karakteristik Tunagrahita Ringan
Untuk mempermudah dalam membuat program dan melaksanakan pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita seyogiyanya para guru/pendidik mengenal karakteristik dan permasalahan anak tunagrahita sebagaimana yang telah dikemukakan dalam klasifikasi. Di bawah ini akan uraikan beberapa karakteristik anak tunagrahita sebagai berikut:
Page (Amin,1995:34) menguraikan karakteristik anak tunagrahita dalam hal: kecerdasan, sosial, fungsi-fungsi mental, dorongan dan emosi, kepribadian, dan organisme.  Secara singkat akan diuraikan sebagai berikut:
1. Kecerdasan.Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak.Mereka lebih banyak belajar dengan cara membeo, bukan dengan pengertian, dari hari ke hari membuat kesalahan-kesalahan yang sama, perkembangan mentalnya mencapai puncak pada usia yang masih muda.
2. Sosial. Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara dan memimpin diri. Waktu kanak-kanak mereka harus dibantu terus menerus sedangkan waktu dewasa kepntingan ekonominya sangat tergantung pada orang lain. Dilihat dari Sosial Age (SA) mereka sangat kecil dibandingkan Sosial Quotien (SQ).
3. Fungsi-fungsi mental. Mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian.Kurang mampu membuat asisiasi-asosiasi dan sukar membuat kreasi-kreasi baru. Mereka menghindar dari berpikir.
4. Dorongan dan emosi. Anak yang berat dan sangat berat tingkat ketunagrahitaannya, hampir-hampir tidak memperhatikan dorongan untuk mempertahannkan diri. Anak yang tingkat ketunagrahitaannya tidak terlalu berat mempunyai kehidupan emosi yang hampir sama dengan anak normal, tetapi kurang kaya, kurang kuat dan kurang banyak mempunyai keragaman.
5. Organisme. Struktur dan fungsi organisme anak tunagrahita pada umumnya kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua dari anak normal. Gerakannya kurang lincah, tenaganya kurang, cepat letih. Pendengaran dan penglihatannya kurang sempurna.

Karakteristik-karakteristik yang diuraikan di atas merupakan karakteristik secara umum. Selanjutnya Amin (1996:37-39) menguraikan karakteristik anak tunagrahita ringan sebagai berikut: 
Anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang perbedaharaan katanya. Mereka mengalami kesulitan berpikir abstrak tetapi masih bisa mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus.
 Kecerdasan anak tunagrahita ringan umur 16 tahun setara dengan anak normal usia 12 tahun. Sebagaimana The New American Webster (Amin, 1996:37) bahwa ”debil is a person whose mentally does not develop beyond the 12 years old level”. Maksudnya adalah kecerdasan berpikir seorang tunagrahita ringan paling tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 12 tahun”.
Selanjutnya, Effendi (2005:98) mengatakan bahwa ”perkembangan kognitif anak tunagrahita ringan dalam meniti tugas perkembangannya mengalami hambatan dan sekaligus menjadi karakteristiknya”, yaitu sebagai berikut:
a. Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkrit dan sukar berpikir
b. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
c. Kemampuan sosialisasinya terbatas
d. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
e. Kurang mampu menanalisis dan menilai kejadian yang dihadapi
f. Prestasi tertinggi bidang baca, tulis, hitung setara normal kelas III-IV sekolah dasar.
 Untuk mengenal anak tunagrahita diperlukan pemahaman terhadap sifat-sifat khusus atau karakteristiknya. Adapun karakteristik anak tunagrahita ringan menurut Slamet (1994: 53-55) yaitu:
1. Keadaan fisik pada umumnya masih sama dengan anak normal. Bentuk kepala, mata, hidung dan bentuk tubuhnya tidak ada bedanya. Jadi dengan nmelihat keadaan fisiknya saja agak sulit membeda anak normal dengan mampu didik. Mereka baru dapat diidentifikasi setelah tes psikologi
2. Kemampuan berpikir rendah, sehingga mereka selalu mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu masalah, meskipun masalah itu sangat sederhana
3. Perhatian dan ingatannya lemah, mereka tidak dapat memperhatikan sesuatu hal dengan serius dan lama, sebentar saja perhatiannya akan berpindah pada soal lain, apalagi dalam hal pembelajaran mereka lekas jenu.
4. Kurang dapat mengendalikan dirinya sendiri, hal ini disebabkan karena tidak mampu mempertimbangakan baik dan buruk, boleh dan tidak boleh, dan sebagainya. Mereka tidak dapat menghayati norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
5. Mereka tidak mampu lagi mengikuti pendidikan di sekolah regelur, tetapi mereka hanya bisa mengikuti pendidikan khusus. Prestasi akademik tunagrahita ringan usia dewasa setaraf dengan kemampuan anak normal kelas IV atau kelas V sekolah dasar.
6. Dalam hal aktivitas sehari-hari mereka masih perlu bimbingan dan latihan secara terus-menerus. Mereka masih bisa hidup mandiri dilingkungan sosialnya.Mereka mampu mengerjakan keterampilan sederhana untuk keperluan hidupnya. 
7. Sikap dan tingkah lakunya sedikit lamban bila dibandingkan dengan anak normal. Hal ini disebabkan karena kurang mampu menghadapi masalah   atau situasi yang dihadapi.
8. Mereka masih bisa menghindari dari bahaya yang mengancam dirinya, walaupun dalam batas-batas tertentu.

    Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak tunagrahita dalam hal kecerdasan, sosial, fungsi-fungsi mental lain, dorongan dan emosi, kepribadian, dan organisme mengalami keterbatasan atau penyimpangan sebagai akibat langsung dari ketunagrahitaannya.

Pengertian Tunanetra



Secara sederhana tunannetra berarti kelainan penglihatan, Seberapapun kualitas kelainannya. Ketunanetraan meliputi ketajaman penglihatan yang kurang dari kondisi normal, posisi atau letak mata yang tidak wajar, serta luas lapang pandang penglihatan kurang dari keadaan normal. Buta warna, mata juling, mata besar (keluar) mata kecil (sipit) termasuk tunanetra. Demikian pula penanganan yang diberikan kepada seseorang yang mengalami kelainan penglihatan. Pengertian dan penanganan yang dilakukan pendidikan tentu saja berbeda dengan engertian dan penanganan dari ilmu kesehatan. Definisi tunanetra dari ilmu hukum tentu saja beda dengan ilmu psikologi. demikain selanjutnya.  
Kesimpulannya pengertian tunanetra sangat bervariatif tergantung dari sudut pandang atau dari disiplin ilmu apa seseorang memberikan definisi. Meskipun demikian, penulis mencoba memberi definisi dari sisi ilmu kependidikan. Bahwa seseorang dikatakan tunanetra secara pendidikan adalah seseorang yang mengalami kelainan pada kedua mata yang sedemikian rupa walaupun dibantu dengan alat bantu khusus sehingga sulit mengikuti pendidikan anak awas dan ia tidak dapat dididik dengan metode yang menggunakan penglihatan serta membutuhkan pelayanan khusus  

Mata sebagai indra penglihatan dapat mengalami gangguan akibat kelainan ataupun penyakit. Salah satu penyakit mata yang sudah disebutkan yaituKelainan penglihatan itu antara lain sebagai berikut.
1) Mata miop (miopi)
Miopi atau mata dekat adalah cacat mata yang disebab-kan lensa mata terlalu cembung sehingga bayangan jatuh di depan bintik kuning (retina). Miopi disebut pula rabun jauh, karena tidak dapat melihat jauh. Penderita miopi hanya mampu melihat jelas pada jarak yang dekat. Untuk membantu penderita miopi, sebaiknya memakai kaca mata berlensa cekung (negatif).


2) Mata hipermetrop (hipermetropi)

 Hipermetropi atau mata jauh adalah cacat mata yang disebabkan lensa mata terlalu pipih sehingga bayangan jatuh di belakang bintik kuning. Hipermetropi disebut pula rabun dekat, karena tidak dapat melihat dekat. Penderita hipermetropi hanya mampu melihat jelas pada jarak yang jauh. Untuk membantu penderita hipermetropi, dipakai kacamata lensa cembung (lensa positif). 
 
3) Mata presbiop (presbiopi)

Presbiopi umumnya terjadi pada orang berusia lanjut. Keadaan ini disebabkan lensa mata terlalu pipih dan daya akomodasi mata sudah lemah sehingga tidak dapat memfokuskan bayangan benda yang berada dekat dengan mata. Gangguan mata seperti itu dapat dibantu dengan memakai kacamata berlensa rangkap.Di bagian atas kacamata dipasang lensa cekung untuk melihat benda yang jauh, sedangkan di bagian bawahnya dipasang lensa cembung untuk melihat benda dekat.

4) Mata astigmatisma

Mata astigmatisma adalah cacat mata yang disebabkan kecembungan kornea tidak rata, sehingga sinar sejajar yang datang tidak dapat difokuskan ke satu titik. Untuk membantu penderita astigmatisma dipakai kacamata silindris.

5) Hemeralopi (rabun senja)

Hemeralopi adalah gangguan mata yang disebabkan kekurangan vitamin A. Penderita rabun senja tidak dapat melihat dengan jelas pada waktu senja hari. Keadaan seperti itu apabila dibiarkan berlanjut terus mengakibatkan kornea mata bisa rusak dan dapat menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu, pemberian vitamin A yang cukup sangat perlu dilakukan.

6) Katarak

Katarak adalah cacat mata yang disebabkan pengapuran pada lensa mata sehingga penglihatan menjadi kabur dan daya akomodasi berkurang. Umumnya katarak terjadi pada orang yang telah lanjut usia.

7) Buta warna

Buta warna merupakan gangguan penglihatan mata yang bersifat menurun. Penderita buta warna tidak mampu membedakan warna-warna tertentu, misalnya warna merah, hijau, atau biru. Buta warna tidak dapat diperbaiki atau disembuhkan.